Blinkie Text Generator at TextSpace.net

Buya Hamka

Picture
            Ulama, politisi, filsuf, dan sastrawan besar, adalah sederet sebutan yang tak terelakkan buat diri Hamka. Itu tercermin dari penghargaan nasional maupun internasional yang pernah diterimanya, misalnya, Doctor honoris Causa dari Universitas Al-Azhar, Mesir, tahun 1958. Gelar yang sama diberikan Universitas Kebangsaan Malaysia, 1974. Sedangkan gelar Datuk Indono dan Pangeran Wiroguno, diperoleh dari pemerintah Indonesia.

            Nama Lengkapnya Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah, lahir di kampung Molek, Maninjau, Sumatera Barat, 17 Februari 1908. Seperti ayahandanya, Hamka kemudian menjadi tokoh nasional dan dunia Islam. Namanya disebut dengan ta’zhim sebagai “Buya” (dari bahasa Arab abi, abuya) yang berarti ayah kami, atau seseorang yang pantas dihormati.

Hamka kecil sekolah di SD Maninjau sehingga Darojah Dua (Jawa : Ongko Loro). Ketika usianya 10 tahun, sang ayah mendirikan Pesantren Sumatera Thawalib di Padang Panjang. Di situlah Hamka selnjutnya mempelajari agama dan mendalami Bahasa Arab. Selain pada ayahnya, Hamka juga berguru pada sejumlah ulama top seperti Syeikh Ibrahim Musa, Syeikh Ahmad Rasyid, Sutan Mansur, RM Surjoparonto, dan Ki Bagus Hadikusumo.

            Dengan kemahiran Bahasa Arabnya, Hamka melahap sendiri karya ulama dan pujangga besar di Timur tengah seperti Zaki Mubarak, Jurji Zaidan, Abbas al-Aqqad, Mustafa al-Manfaluti dan Hussain Haikal.

            Melalui penguasaan bahas asing pula, Hamka menelaah karya sarjana Perancis, Inggris, dan Jerman, seperti Albert Camus, William James, Sigmund Freud, Arnold Toynbee, Jean Paul Sartre, Karl Marx, dan Pierre Loti.

            Hamka yang kutu buku, juga gemar bertukar-tukar pikiran dengan tokoh-tokoh senior seperti Hos Tjokroaminoto, Raden Mas Surjoparonoto, Haji Fachrudin, Sutan Mansur, dan Ki Bagus Hadikusumo. Dari mereka pula ia belajar menjadi penceramah yang piawai.